Kisah
Han Shan, Shi De dan Bhiksu Feng Gan
Pada
masa pemerintahan Kaisar Tang Taizong tahun Zhenguan (627-649 Masehi), di Vihara Guo
Qing, Gunung Tian Tai, ketua viharanya bernama Bhiksu
Feng Gan. Pada suatu hari Bhiksu Feng Gan sedang berkelana menuju ke Gunung Chi
Cheng , tiba-tiba mendengar suara tangisan anak kecil. Melihat di daerah
sekitar tidak ada orang, Bhiksu Feng Gan segera mencari asal muasal suara
tangisan dan menemukan seorang anak kecil yang berusia sekitar 10 tahun. Bhiksu Feng Gan bertanya : “Bodhisattva kecil,
siapa yang membawamu keluar? Di mana ayahbundamu? Di mana rumahmu?” Anak itu
menjawab : “Saya anak yatim piatu, tidak berayah tidak berbunda, karena keasyikan
bermain akhirnya tersesat, tidak tahu jalan pulang kembali”. Bhiksu Feng Gan yang melihat kondisi anak itu
menyedihkan, kemudian membawanya pulang ke Vihara Guo Qing
dan membesarkannya. Oleh karena anak itu tidak memiliki nama dan lagipula
dibawa pulang oleh Bhiksu Feng Gan, maka para Bhiksu lainnya memanggil anak
tersebut dengan nama “Shi De”.
Tahun
demi tahun berlalu, Shi De tumbuh dari seorang anak yang lemah menjadi seorang
pemuda kuat yang mampu melakukan berbagai pekerjaan, Bhiksu Feng Gan
menugaskannya membantu di dapur, memilih sayur, memasak, meringankan pekerjaan
para anggota Sangha. Shi De amat rajin bekerja, hanya saja dia memiliki sebuah
tabiat yakni setiap kali ketika sedang bekerja, dia selalu membungkus sisa nasi
dan sisa sayur, kemudian menaruhnya ke dalam keranjang. Semua ini dia persiapkan
buat Han Shan. Siapakah Han Shan? Semua anggota Sangha Vihara Guo Qing
juga mengenal Han Shan adalah orang aneh yang menyepikan diri di puncak gunung
Han Yan.
Han
Shan berpakaian aneh, dibilang Bhiksu tidak seperti Bhiksu, juga suka membuat
syair-syair, seringkali menulis beberapa kalimat, atau melantunkannya keluar. Namun
dia tidak seperti orang lainnya harus membuat persiapan terlebih dahulu, bagi
Han Shan, asalkan hobinya muncul, maka dia segera menulisnya di bambu atau
mengukirnya di batu. Lama kelamaan bebatuan dan pepohonan di sekitar gunung Han Yan
telah dipenuhi oleh karya tulis Han Shan. Shi De sangat
mengkagumi bakat Han Shan, ingin sekali mempelajari keahlian Han Shan dalam
membuat karya tulis, maka itu setiap harinya dia menyimpan sisa nasi dan sayur
yang diperuntukkan bagi anggota Sangha Vihara Guo Qing, untuk dipersembahkan
kepada Han Shan. Setiap harinya Han Shan akan turun dari gunung datang ke
Vihara Guo Qing, maka Shi De akan memberikan keranjang yang berisi nasi dan
sayur, dan selanjutnya dibawa Han Shan kembali ke atas gunung.
Anggota
Sangha menitikberatkan maitri karuna dan menyayangi benda, apa yang tidak
digunakan diri sendiri harus diberikan kepada orang lain, bagi para Bhiksu ini adalah hal biasa, maka itu
mereka tidak mempermasalahkan apa yang dilakukan oleh Shi De. Namun selanjutnya
ada satu hal yang membuat para Bhiksu merasa sangat kesal dan tidak mampu
menahan kesabaran, yakni Shi De suka berteriak-teriak di tengah malam. Vihara
Guo Qing terletak di bawah kaki Gunung Tian Tai, sangat sedikit penduduk
yang tinggal disekitarnya, pada malam
hari suasananya sangat hening, tiba-tiba Shi De
berteriak-teriak, sehingga ibarat permukaan tanah yang rata tiba-tiba disambar petir,
sungguh membuat kaget para penghuni vihara. Para Bhiksu tidak dapat menahan kesabaran
lagi, dan mengkritiknya. Shi De tidak membalas, hanya tertawa terbahak-bahak
dan melesat pergi, sepertinya memang sengaja hendak memecahkan kesunyian malam, mengacaukan
ketenangan hati para Bhiksu.
Setelah
berkali-kali membuat kekacauan, para Bhiksu melihat Shi De tidak berniat
memperbaiki diri, akhirnya mereka melapor kepada Bhiksu Feng Gan, berharap agar
beliau menyelesaikan masalah ini. Namun Bhiksu Feng Gan malah memperlakukan Shi
De dengan kompak sekali, sama sekali tidak menasehatinya. Bhiksu Feng Gan sendiri
juga tak beda jauh dengan Shi De, selalu menyanyi sendirian di malam larut.
Mengapa demikian? Ternyata Bhiksu Feng Gan bukanlah manusia biasa, dia
mengetahui Shi De juga bukan manusia biasa, demikian pula halnya dengan Han
Shan. Siapakah jati diri mereka yang sesungguhnya? Ternyata adalah jelmaan
Buddha dan Bodhisattva.
Pada
saat itu gubernur Taizhou yang bernama Lu Qiu-yin, ketika baru tiba di Taizhou,
saat di perjalanan menderita sakit kepala yang sangat berat. Kebetulan bertemu
dengan Bhiksu Feng Gan, Bhiksu Feng Gan meludahi wajah Lu Qiu-yin yang langsung
menyembuhkan sakit kepalanya. Lu Qiu-yin bertanya : “Apakah di Gunung Tian Tai
ini terdapat orang suci?” Bhiksu Feng Gan menjawab : “Tentu saja ada, hanya
saja orang-orang yang berjumpa dengan mereka takkan mengenali jati mereka yang
sesungguhnya,sebaliknya yang benar-benar mengenali mereka namun sayangnya tak
berjodoh bertemu dengan mereka.
Jika
anda ingin bertemu mereka, jangan menilai dari penampilannya. Han Shan adalah
jelmaan dari Bodhisattva Manjusri, bersembunyi di Gunung Tian Tai; Shi De
adalah jelmaan dari Bodhisattva Samantabhadra, kelihatannya seperti pengemis.
Dua orang ini bukan manusia biasa”. Mendengar penuturan Bhiksu Feng Gan, Lu
Qiu-yin sudah tidak sabar lagi ingin segera bertemu dengan dua orang suci ini,
sehingga lupa bertanya nama Bhiksu penolong yang berada di hadapannya itu,
sehingga tidak tahu bahwa dia adalah Bhiksu yang begitu terkenal dengan nama
Bhiksu Feng Gan.
Setibanya
di Vihara Guo Qing, Lu Qiu-yin menuruti aturan tata krama yang berlaku yakni
beramah tamah terlebih dahulu dengan ketua vihara yakni Bhiksu Feng Gan. Namun
karena Bhiksu Feng Gan belum pulang ke vihara, maka Lu Qiu-yin minta bertemu
dengan Han Shan dan Shi De, para anggota Sangha membawanya ke tempat penyepian
diri Han Shan, yakni di Gunung Han Yan, tampak dua orang sedang duduk di hadapan
api unggun, kemudian terdengar suara tawa.
Lu
Qiu-yin segera melakukan namaskara, kemudian menjelaskan maksud kedatangannya. Han
Shan dan Shi De berseru : “Feng Gan sungguh banyak mulut, mengapa membongkar
jati diri kami! Anda ini juga sungguh ceroboh, sudah bertemu dengan Buddha
Amitabha, buat apa masih datang mencari kami?” Selesai berkata, kedua orang ini
tertawa terbahak-bahak, bergandengan tangan berjalan menuju ke perdalaman
hutan. Sejak itu tidak tampak lagi bayangan Han Shan dan Shi De serta Bhiksu Feng
Gan. Lu Qiu-yin mengutus orang yang
menyalin semua syair-syair yang diukir Han Shan di kayu-kayu dan bebatuan,
seluruhnya ada lebih dari 300 syair, yang beredar hingga saat kini.
Di
Provinsi Jiangsu dan Zhejiang, masyarakat mempercayai legenda tentang Han Shan,
Shi De dan Bhiksu Feng Gan ini, setiap insan mengetahui kisah mereka ini. Semua
orang percaya bahwa mereka adalah jelmaan Buddha dan para Bodhisattva.
太宗貞觀年間,天台山國清寺的住持名叫豐干禅師。豐干禅師一次雲游,去赤城山,突然聽到一個孩子的哭聲。四野無人,禅師急忙奔向前去,見是一個年約十歲的男孩在抽泣。禅師問∶「小菩薩,你是誰領出來的?父母在哪?家在什麽地方?」孩子回答說∶「我是個孤兒,無父無母,貪玩迷了路,家也不知在哪裡了。」豐干禅師見他可憐,便領回了國清寺,交給僧人撫養。因這孤兒無名,又是豐干撿來的,僧人們便稱他為「拾得」,天長日久,拾得就成了孩子的名字。
幾年光陰一過,拾得從一個稚弱童子變成了碩壯少年,能夠干些雜活了。豐干便派他去廚房幫忙,擇擇菜,燒燒火,好替僧人們減輕一些生活壓力。這位拾得人倒勤快,只是有個怪毛病,每次干活總將一些剩菜剩飯包好,放到一個竹簍裡。這些東西是他為寒山准備的。寒山是誰?國清寺的僧人都知道,他就是隱在山頂「寒巖」的那位怪人。寒山穿著奇怪,僧不像僧,道不像道,又喜歡詩文詞藻,經常順手寫上幾句,或隨口吟誦幾聲。但他不像普通詩人那樣預備文房四寶,也從不積累文稿,只要興趣來了,便在屋壁竹石之上隨手刻下。時間一久,寒巖附近的山石樹木、村捨牆壁之上便布滿了寒山的詩文。拾得對寒山非常敬佩,很想學得寒山的風范文采,便每日收積國清寺僧人用剩的飯菜,供養寒山。寒山每次下山來國清寺,他必有一竹簍的飯菜送給寒山,由寒山背上山去。
僧人講究慈悲愛物,自已用不了的東西送給別人,對僧人來說是常事,所以,國清寺的和尚們對拾得的作為也不放在心裡。然而,有一件事卻令眾僧非常難以忍受,那就是拾得經常在深更半夜狂呼亂叫。國清寺地處天台山腳下,附近村民很少,夜裡極其安靜,拾得突然大喊大叫,猶如平地驚雷,實在嚇人得很。眾僧無法忍受,便走出來批評他、驅趕他。拾得也不反駁回擊,總是撫掌大笑,揚長而去,好像是故意要打破沉靜之夜,擾亂僧人的清修。
三番五次之後,僧人們見拾得屢教不改,只好禀報豐干,希望豐干出面管教一下。豐干卻對拾得縱容得很,從來不加勸阻。他自己也和拾得差不多,經常在深夜歌唱自娛。這是為什麽呢?原來,豐干不是常人,他知道拾得也不是常人,寒山也不是常人。他們到底是誰呢?原來是三聖菩薩的化身。
卻說當時的台州刺史名叫闾丘胤。闾丘胤初來台州時,路上突患頭疼,劇痛難止。正好遇上豐干自天台山外出游方路過,豐干便含一口水噴在闾丘胤的臉上,立即治好他的頭疼。闾丘胤隨即問道∶「天台山有什麽高賢嗎?」豐干回答∶「賢人當然有,只是見到他們的人並沒真正的認識他們,真正認識他們的人無緣見到他們。你如想見到他們,千萬不可以貌取人。寒山是文殊化身,隱跡天台;拾得則是普賢菩薩,看上去卻像乞丐。這兩位都不是凡人。」板丘胤聞言,隨即上天台訪問賢者,倉促之間竟忘了問問眼前這位高僧的名字,因而不知道他就是大名鼎鼎的豐干。
板丘胤來到國清寺,依照禮節,先求見豐干住持。寺僧將他領到豐干的禅房,豐干當然不在。閻丘胤又要見寒山和拾得,寺僧便領他來到寒山隱居的寒巖,只見有兩人坐在一堆篝火前面,正不知為何事而縱聲長笑。闾丘胤上前施禮,說明來意。寒山、拾得大聲喝道∶「豐干多嘴多舌,把我們說出來干什麽!你這人也是,遇上了阿彌陀佛都不知道,還來找我們干什麽?」說罷,二人撫掌大笑,牽手走到山林深處去了。從此,人間再沒見到寒山、拾得,豐干也不見蹤影了。闾丘胤隨即派人將寒山刻在石木牆壁的詩文抄錄下來,共有三百馀首,這便是流傳於世的《寒山子文集》。
在江浙一帶,寒山、拾得與豐干的故事幾乎是家喻戶曉,人人盡知。人們相信,他們就是三位菩薩的化現。